ta'aruf

Foto saya
Orang biasa, belajar lewat diskusi dan sharing ide, berusaha terbuka terhadap pemikiran orang dan referensi, dan yang penting punya prinsip tentang kebenaran.Senang bersilaturrahmi dan berbagi untuk semua.

Jumat, 02 April 2010

Qul Khoiron Au Liyasmut!!!

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda : “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangga dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tamunya”. [Bukhari no. 6018, Muslim no. 47]

Kalimat “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat”, maksudnya adalah barang siapa beriman dengan keimanan yang sempurna, yang (keimanannya itu) menyelamatkannya dari adzab Allah dan membawanya mendapatkan ridha Allah, “maka hendaklah ia berkata baik atau diam” karena orang yang beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya tentu dia takut kepada ancaman-Nya, mengharapkan pahala-Nya, bersungguh-sungguh melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Yang terpenting dari semuanya itu ialah mengendalikan gerak-gerik seluruh anggota badannya karena kelak dia akan dimintai tanggung jawab atas perbuatan semua anggota badannya, sebagaimana tersebut pada firman Allah :

“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya kelak pasti akan dimintai tanggung jawabnya”. (QS. Al Isra’ : 36)

Dan juga firman-Nya:

“Apapun kata yang terucap pasti disaksikan oleh Raqib dan ‘Atid”. (QS. Qaff : 18)

Bahaya lisan itu sangat banyak. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda:
“Bukankah manusia terjerumus ke dalam neraka karena tidak dapat mengendalikan lidahnya”.

Beliau juga bersabda :
“Tiap ucapan anak Adam menjadi tanggung jawabnya, kecuali menyebut nama Allah, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah kemungkaran”.

Barang siapa memahami hal ini dan beriman kepada-Nya dengan keimanan yang sungguh-sungguh, maka Allah akan memelihara lidahnya sehingga dia tidak akan berkata kecuali perkataan yang baik atau diam.Sebagian ulama berkata: “Seluruh adab yang baik itu bersumber pada empat Hadits, antara lain adalah Hadits “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam”. Sebagian ulama memaknakan Hadits ini dengan pengertian; “Apabila seseorang ingin berkata, maka jika yang ia katakan itu baik lagi benar, dia diberi pahala. Oleh karena itu, ia mengatakan hal yang baik itu. Jika tidak, hendaklah dia menahan diri, baik perkataan itu hukumnya haram, makruh, atau mubah”. Dalam hal ini maka perkataan yang mubah diperintahkan untuk ditinggalkan atau dianjurkan untuk dijauhi Karena takut terjerumus kepada yang haram atau makruh dan seringkali hal semacam inilah yang banyak terjadi pada manusia.

Allah berfirman :
“Apapun kata yang terucapkan pasti disaksikan oleh Raqib dan ‘Atid”. (QS.Qaaf : 18)

Para ulama berbeda pendapat, apakah semua yang diucapkan manusia itu dicatat oleh malaikat, sekalipun hal itu mubah, ataukah tidak dicatat kecuali perkataan yang akan memperoleh pahala atau siksa. Ibnu ‘Abbas dan lain-lain mengikuti pendapat yang kedua. Menurut pendapat ini maka ayat di atas berlaku khusus, yaitu pada setiap perkataan yang diucapkan seseorang yang berakibat orang tersebut mendapat pembalasan.

Kalimat “maka hendaklah ia memuliakan tetangganya…….., maka hendaklah ia memuliakan tamunya” , menyatakan adanya hak tetangga dan tamu, keharusan berlaku baik kepada mereka dan menjauhi perilaku yang tidak baik terhadap mereka. Allah telah menetapkan di dalam Al Qur’an keharusan berbuat baik kepada tetangga dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
“Jibril selalu menasehati diriku tentang urusan tetangga, sampai-sampai aku beranggapan bahwa tetangga itu dapat mewarisi harta tetangganya”.

Bertamu itu merupakan ajaran Islam, kebiasaan para nabi dan orang-orang shalih. Sebagian ulama mewajibkan menghormati tamu tetapi sebagian besar dari mereka berpendapat hanya merupakan bagian dari akhlaq yang terpuji.

Pengarang kitab Al Ifshah mengatakan : “Hadits ini mengandung hukum, hendaklah kita berkeyakinan bahwa menghormati tamu itu suatu ibadah yang tidak boleh dikurangi nilai ibadahnya, apakah tamunya itu orang kaya atau yang lain. Juga anjuran untuk menjamu tamunya dengan apa saja yang ada pada dirinya walaupun sedikit. Menghormati tamu itu dilakukan dengan cara segera menyambutnya dengan wajah senang, perkataan yang baik, dan menghidangkan makanan. Hendaklah ia segera memberi pelayanan yang mudah dilakukannya tanpa memaksakan diri”. Pengarang juga menyebutkan perkataan dalam menyambut tamu.

Selanjutnya ia berkata : Adapun sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “maka hendaklah ia berkata baik atau diam” , menunjukkan bahwa perkatan yang baik itu lebih utama daripada diam, dan diam itu lebih utama daripada berkata buruk. Demikian itu karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sabdanya menggunakan kata-kata “hendaklah untuk berkata benar” didahulukan dari perkataan “diam”. Berkata baik dalam Hadits ini mencakup menyampaikan ajaran Allah dan rasul-Nya dan memberikan pengajaran kepada kaum muslim, amar ma’ruf dan nahi mungkar berdasarkan ilmu, mendamaikan orang yang berselisih, berkata yang baik kepada orang lain. Dan yang terbaik dari semuanya itu adalah menyampaikan perkataan yang benar di hadapan orang yang ditakuti kekejamannya atau diharapkan pemberiannya.

____________________
Diambil dari Hadits Arba’in An-Nawawi Dengan Syarah Ibnu Daqiqil ‘Ied , versi e-book, oleh Abu ‘Abdillah

Hidup Yang Sehat

Hidup Yang Sehat

Siapapun pasti ingin hidup sehat dan awet muda. Namun tidak semua dari kita mau dan mampu menempuh cara hidup yang sehat. Apalagi dengan kondisi masyarakat yang terus maju, hidup semakin di manjakan dan dimudahkan. Kita suka makan enak, tapi tidak peduli dengan kandungan lemak, kolesterol dan glukosa yang terkandung dalam makanan yang kita konsumsi. Sering duduk santai, kurang gerak, namun mata terlalu sibuk dengan tontonan di layar kaca, plus camilan gorangan yang kaya minyak dan asinan. Bermalasan untuk olah raga, dengan alasan terlalu sibuk dengan setumpuk pekerjaan, yang bisa jadi tidak begitu penting dan sekadar alasan yang dibuat-buat. Hanya sekadar ke rumah tetangga, kita malas untuk berjalan kaki, motorpun ada, dengan alasan : untuk efesiensi waktu.

Tanpa sadar atau justru kita sangat sadar, bahwa gaya hidup (lifestyle) dan pola makan kita sedikit demi sedikit telah berubah, bukan lagi karena factor kebutuhan (consumption by need)tapi digiring dikonstruksi dan di manipulasi oleh tuntutan mode, hasrat (desire) dan aktualisasi diri yang semu. Pola seperti ini secara permanent sudah ter-install dalam perilaku keseharian kita, sehingga untuk men-delate-nya kita enggan, karena takut diklaim manusia produk jadul, dan kuno!!

Sejatinya, dalam tubuh kita ini ada tulang dan persendian, air, darah serta oksigen dan lain-lain yang masing-masing punya hak untuk bekerja secara normal dan alamiah sesuai dengan kebutuhan. Jika sinergitas organ tubuh kita dapat berfungsi normal, maka kita akan merasakan arti sehat, hidup yang tangkas, fit, tidak loyo dan malas serta penuh vitalitas.Kesehatan akan men-drive kita untuk selalu bersemangat dan membangun optimisme dalam meraih sukses dalam hidup.

Namun sehat fisik badan kita, ternyata bukan sesuatu yang bersifat independent, artinya kesehatan yang kita rasakan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor yang sangat berkait berkelindan. Kita bukanlah sejenis binatang yang hanya memiliki instinct untuk sekadar makan sepuasnya dan menyalurkan hasrat seksual sebebasnya. Kita lihat ayam bisa makan sepuasnya tak tahu halal haram, bisa menyalurkan hasrat syahwatnya seenaknya dan sekenanya tanpa takut jeratan hukum. Ketika ayam sehat, komunitas mereka juga tak merayakan sebagai bangsa yang sehat. Sebaliknya, ketika ada yang sakit, tak ada pula ayam lain yang terpanggil untuk menolongnya dan berusaha mengobati. Bahkan sampai mati sekalipun! Sekali lagi, kita ini beda dengan binatang!!!!

Bila kita menerapkan pola makan dan gaya hidup yang sehat, maka akan berpengaruh signifikan bagi kesehatan tubuh kita. Betapapun makanan itu halal, di situ ternyata masih ada regulasi yang sangat mengangumkan yang disodorkan oleh Islam yang mulia ini, yaitu : TIDAK BERLEBIH-LEBIHAN. Rasulullah Muhammad SAW memberi tips cara makan sehat, yaitu: “BERHENTILAH MAKAN SEBELUM KENYANG”. Coba kita kritik diri kita. Sudahkah kita menepati teladan agung kita ini? Atau jangan-jangan kita sering nambah makan dan makan tanpa aturan?

Kita sering sangat ceroboh dalam makan yang berakibat fatal pada resistensi dan imunitas tubuh kita. Sudah sangat jelas bahwa merokok itu mengganggu kesehatan, tapi masih banyak pula orang yang nekad menghisapnya. Mereka berdalih: ini hak azasi saya, dan dalam agama hukumnya toh sebatas mubah atau makruh.Penulis sendiri sangat setuju dengan Keputusan hukum HARAM untuk rokok. Bukan karena penulis tidak merokok. Tapi, dilihat dari segi manapun dan sudut pandang apapun, merokok itu merugikan, merusak, membunuh, dan wujud dari perilaku boros.

HATI YANG TENANG (THUMA’NINATUL QOLBI)

Untuk menjadi sehat tidak cukup hanya dengan menjaga kesehatan fisik dan pola hidup teratur. Ada sisi lain dalam diri manusia yang perlu disentuh dan dimunculkan dalam rangka mem-balance hidup kita sebagai manusia. Manusia itu dinilai tidak hanya sebatas sisi performa (bagusnya fisik, kecerdasan akal) saja, tapi lebih urgen lagi adalah keseimbangan dalam emosi dan kematangan dalam beragama (spiritual maturity). Sekali lagi, manusia itu berbeda dari binatang!!

Akan laku keras dan bernilai jual tinggi, kalau ayam yang diperdagangkan itu sehat dan gemuk.Karena memang standar yang dipakai di pasar ayam itu memang sebatas itu-itu saja. Tidak ada timbangan yang dipakai untuk mengukur korelasi positif antara stabilitas kejiwaan ayam dengan harga di pasaran. Dan tidak ada pertimbangan bagi penjual dan pembeli tentang tingkah laku keseharian ayam dengan nilai jualnya. Karena yang menjadi ukuran paten adalah : sehat dan gemuk. Yang ini jelas berbeda dengan yang namanya makhluk manusia.

Manusia yang memiliki kamatangan dalam beragama Islam, dan menempatkan diri sebagai hamba ciptaan Allah SWT, akan tunduk dan manut dengan tata aturan dan instruksi dari Sang Pencipta. Dirinya ikhlas dan ridho diatur oleh Sang pencipta, tidak berontak dan nggrundel dengan apa yang diperintahkan oleh-Nya. Dirinya berusaha semaksimal mungkin untuk menyelaraskan getar hatinya, gerak bibirnya dan langkah tubuhnya dengan tuntunan dinul Islam. Tidak merasa berat dan enggan untuk merapat (muroqobah) dan meratap (istighotsah) pada Allah di tengah kegelapan malam di saat manusia kebanyakan lelap dalam hangatnya tidur, karena kokohnya paduan antara keikhlasan hati dan kuatnya ‘azzam (kemauan) diri untuk menjadi manusia pilihan.

Muslim yang hanif, adalah manusia muslim yang tidak berat hati untuk berbagi, suka membutakan matanya dari tontonan yang tidak layak untuk dilihat, menjaga lidah dan tangannya dari berbuat yang menyakiti muslim yang lain, men-tulikan telinganya dari suara-suara syaithoniyah, meluruskan langkah kakinya untuk tetap berada di atas jalan kebenaran, memposisikan kecerdasan akalnya agar sentiasa terpandu oleh wahyu Allah, dan menjaga hati agar tetap kokoh dalam beriltizam dengan Islam dan sabar dalam menghadapi semua persoalan.

Substansi dari ini semua adalah: menjadi manusia yang zuhud yang dicintai oleh Allah Subhanahu wata’ala dan dicintai oleh manusia lain. Tidak serakah pada dunia, bersyukur pada Allah, tidak memendam dendam pada orang lain. Alhasil adalah hadirnya hati yang selamat dan tenang (qolbun salimun wa muthmainnun) yang akan meng-handle segala perbuatan manusia, sehalus dan sekecil apapun, baik yang dhohir maupun yang bathin.

Bila kita memiliki hati yang seperti ini, maka insya Allah hidup kita akan sehat; sehat secara rohaniyah dan jasmaniyah.

Amin ya rabbal ‘alamin.

Stabilitas Iman Seseorang

IMAN YANG BERTAMBAH DAN BERKURANG


Manusia diciptakan berbeda dari binatang. Ada kesamaan memang. Bila manusia memiliki telinga, mata, hidung, kaki dan lainnya, demikian pula dengan binatang. Kelebihan manusia atas binatang adalah, bahwa manusia dilengkapi software canggih yang ter-install pada otak manusia. Dengan otak yang begitu lembut dan berkapasitas amat besar, manusia mampu men-save dalam memory-nya berbagai tipe data yang sangat beragaman dan complicated. Manusia bisa berhitung, membaca, menghafal nama orang, nama jalan, nama kota, juga mampu menyerap data kasus untuk kemudian diolah dan dicarikan solusinya. Di otak inilah, koordinasi organ tubuh dikendalikan.

Selain otak, manusia juga dilengkapi dengan hati/jantung (qolbun) yang berfungsi sebagai pengendali seluruh aktivitas manusia berupa perasaan, pikiran dan perbuatan .Qolbun adalah segumpal darah yang ada dalam tubuh manusia, yang oleh Nabi Muhammad SAW dikatakan:”.. bila hati itu baik maka baik pula seluruh amal, dan apabila hati rusak, rusak pula seluruh amalnya.”

Ketika hati itu baik maka hakekatnya hati itu adalah hati yang selamat (qolbun salim), dituntun oleh cahaya Allah yang senantiasa menuju pada jalan yang lurus dan hanif. Hati yang akan mengendalikan seluruh aqwal dan af’al untuk senantiasa memenuhi panggilan kebenaran, yaitu dinul Islam.

Hidupnya akan diliputi oleh kejujuran dan ketenangan, tidak korup kepada manusia maupun Allah.Orang-orang seperti ini adalah mereka yang menjadi kekasih Allah (auliyaullah), yang mentransformasikan dirinya dalam bimbingan Allah dari kegelapan-kegelapan (adl-dlulumat) menuju cahaya kebenaran (nur-alhaq) Namun, manakala di dalam tubuh manusia bercokol gumpalan darah yang keras dan sakit (qolbun maridh), maka bentuk aktualisasi eksternal akan rusak dan sesat lagi menyesatkan. Getar hatinya, perasaan, pikiran dan perbuatannya penuh dengan selubung kedustaan (alkidzb)dan kesombongan (alkibru). Hati seperti ini akan selalu menolak kebenaran dari Allah dan meremahkan manusia lain. Merekalah kekasih-kekasih thoghut yang mengajak mereka dari kebenaran menuju kesesatan (kegelapan) (al-Baqoroh:257)

Wal’iyadzu billah.

Sebagai hamba Allah kita senantiasa memohon pada-Nya agar hati kita dikokohkan di atas dien-Nya, mulazamah dalam keimanan dan mudawamah (kontinuitas) dalam beramal baik. Kata Nabi: “Iman itu bisa mengalami pasang naik dan pasang surut.” Iman adalah suatu kondisi yang terus dinamis dan berayun mengikuti kecenderungan kebaikan dan keburukan amal. Dan manusia oleh Allah sudah dibekali dalam dirinya dua potensi yang terus berseteru dan bersifat paradox; kecintaan pada ketaqwa-an dan kecintaan pada kefujur-an.

Kata Nabi lagi:”Iman akan naik dan bertambah bila terus dipupuk dengan ibadah, dan akan mengalami degradasi manakala dihiasi dengan kemaksiatan”. Ibadah adalah paduan antara ikhlas, tawadlu, amal dan ittiba’. Sedang maksiat adalah sebaliknya. Tidaklah dikatakan sebagai amal shalih bila sekedar ittiba’ (mutaba’ah arrosul) tapi tidak ikhlas. Atau hanya bermodalkan ikhlash tapi tidak mau mengikuti tuntunan Rasul.

Untuk itu marilah kita senantiasa berdoa;”Ya Allah, jadikanlah hati kami untuk senantiasa cinta pada keimanan dan hiaskanlah iman pada hati kami. Dan jadikanlah hati kami senantiasa benci pada kekufuran, fusuk dan maksiat, dan jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Nas ’alullah as-salaamah.

4 Types of Human

FOUR TYPES OF HUMAN
By: Abu Farros

In everyday life we can not escape from the need to establish relationships with other people. Since this is the basic character possessed by humans since birth until death. Even humans will find themselves not perfect when he was not able to communicate and interact with others. Man is homo socius, meaning bound and need good people who are personal relationships (face to face relationship)-‘paguyuban’ (Javanese) and impersonal relationship (using media). Both in society as a characteristic of the community are personal relationships that are developed in rural areas, as well as ‘patembayan’ where relationships are built on the basis of interest and division of work (division of labor).

Relationships created by each individual feels himself less so involved himself with others become a necessity. Any rich people with many wealth and glory, when his body riddled by disease, then he will need help of a doctor. A doctor who suddenly strike a new car in the middle of the road, so he needs the help of a mechanic. A farmer with extensive land will require a laborer working on the fields until the harvest season. Luxury housing, shopping centers and hospitals will need the presence of manual labor to clean up trash scattered. Even when people die though, she still needs someone else to care for him. The point is that human life in this world is absolute interdependence (mutual need and dependent). In the Islamic perspective is called 'ta'awun'.

In the interaction in life, we'll see a variety of human types, which differ from each other in customs, habits, language, and religion. One type of human character that became influential in the formation of an attitude, the role and status (role and status), is related to knowledge. Knowledge in a broad sense, which includes personal attitudes that reflect how far he could face the problem and how to put his position in the crowd (role playing). Similarly, someone in the extent of religious maturity which includes the science of religion and religious behavior (attitudes, ways of thinking and deeds).
Al-Khalil bin Ahmad, as quoted by al-Imam al-Mawardi in his book "Dunya wad Adabud Dien" says, that humans are divided into four categories:

1. People who understand the (smart) and he knew if he understands (smart), he is a pious person, then ask him. Fortunately for us when meeting with people who have this type, because in addition to himself was a pious and charitable kindness experts, as well as a place for us to sit on the science of religion. When he was an architect, then for us to ask about everything that relates to architecture. If he is a master of agriculture is for us to ask him about how to cultivate good farming.

2. People who understand the (smart) and (but) he did not know if he understands (smart), he is a man who was forgotten, then remind him. So could be in everyday life, we become, or meet with people like this. Some people are actually very clear about something, but he did not realize that he is intelligent and controlled so that the science does not provide benefit for himself and the others, the essence of this person should be reminded, 'excited' to its potential can be useful. Or intelligent people in religious matters, but he did not want to remove it or a time to break the rules of religion, then he was mired in a wallow negligence, then It is also to be reminded and corrected in order to go back to the mainstream religion. It may be that we are people who often fall into this category. So ... .. it was obvious that we should more often to be reminded, and do not be offended if reminded by others, whoever that person.
3. People who do not understand (stupid) and he knew if he did not understand (stupid), he is a man who was looking for guidance (knowledge), then give him a hint or teach him science. Fortunately for people like this, though stupid but passion for achieving high science. He was a 'real students', or people with any condition and status have the spirit to learn and find out for himself to escape from the idiocy and darkness to the brightness of life and intelligence.

4. People who do not understand (dumb) but he did not want to know if he did not understand (dumb), he is a ignorant (fool), then stay away and never once approached him. Not a few in society, we find people who have this type. They’re stupid, but doesn’t not want to learn to be free from ignorance. They’re stupid but always close eyes, ears and heart of goodness and truth invitation religion, the essence of these people are stupid and moronic. Advice from other people and science taught by people considered him just then the wind and words of no use. The potential in him is not sharpened, his heart was not guided by the truth of Islam that Allah SWT had their convictions like animals. Position even more misguided and despicable than animals !!!!. People like this, his heart enveloped by a crust of pride that always reject the truth (alhaq) and underestimate others.
Do not pay are friends and friends with him. Because only the losses that would be obtained when we were friends with him. Leave and do not ever be friends!!
Finally, let us introspect ourselves: in the categories where we are? Do not let us go in the fourth type of people, because only live losses and stupidity that will be obtained. Hopefully this article is useful.

Wabillahittaufieq walmusta'an.