ta'aruf

Foto saya
Orang biasa, belajar lewat diskusi dan sharing ide, berusaha terbuka terhadap pemikiran orang dan referensi, dan yang penting punya prinsip tentang kebenaran.Senang bersilaturrahmi dan berbagi untuk semua.

Senin, 01 Maret 2010

Empat Konsep Penting Dalam Islam

EMPAT KONSEP PENTING DALAM ISLAM:
Menuju Perubahan lebih baik


Beberapa konsep penting yang ada dalam Islam yang mendorong umatnya untuk melakukan perubahan lebih baik dan pembaharuan adalah :
1. Tawazun , keseimbangan antara kehidupan dunia dan akherat
Allah SWT berfirman :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Qs: Al-Qashash: 77).
Dan Hadits Nabi SAW:”Beramallah (bekerja giatlah) kamu untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selamanya, dan beramallah (bekerja giatlah) kamu untuk akheratmu seolah-olah kamu akan mati besok”.
Dalam ayat ini sangat jelas bahwa seorang Muslim diharuskan melakukan kerja yang seimbang antara kepentingan dunia dan akherat dan dilarang berbuat kerusakan. Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini, bahwa kita diperintahkan untuk menggunakan secara optimal apa-apa yang Allah anugerahkan kepada kita berupa harta yang banyak dan kenikmatan yang berlimpah dalam rangka taat pada-Nya dan bertaqorrub dengan berbagai cara. Kita diperintahkan untuk berbuat baik pada Allah sebagaimana Dia telah berbuat baik pada kita. Juga kita dilarang berbuat kerusakan di muka bumi.
Keseimbangan antara kepentingan dunia-sini (inner-worldly) dan dunia-sana (other-worldly) sangat ditekankan. Sehingga seorang Muslim dilarang bersikap skeptis terhadap dunia dan bersikap fatalistik.

2. Disiplin , tidak hidup santai, jujur tidak korup dalam bekerja karena merasa takut pada Allah.
Allah Berfirman : “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain) Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap” . (Qs: Al-Insyirah: 7-8).
Maksudnya: sebagian ahli Tafsir menafsirkan apabila kamu (Muhammad) telah selesai berdakwah, maka beribadahlah kepada Allah; apabila kamu telah selesai mengerjakan urusan dunia, maka kerjakanlah urusan akhirat dan ada lagi yang mengatakan: apabila telah selesai mengerjakan shalat, maka berdoalah. Dan hanya kepada Allah seorang Muslim berharap.
Di sini sangat jelas bahwa Islam mengajarkan kedisiplinan yang tinggi, tidak santai-santai dan bergantung pada nasib. Tidak menunggu perubahan, tapi sebaliknya melakukan perubahan yang lebih baik, karena sebagaimana Allah SWT berfirman bahwa:”Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu sendiri yang berinisiatif dan semangat untuk merubah diri mereka sendiri”. Yang itu semua didasari oleh rasa cemas dan harap pada Allah (targhiib wa tarhiib), berharap dengan kerja keras untuk menjadi “manusia pilihan Tuhan”, -seperti konsep Weber-, dan takut menjadi manusia yang merugi baik di dunia maupun akherat. Yang lebih penting lagi adalah munculnya kesadaran diri bahwa hidupnya sebagai ibadah senantiasa dikontrol oleh Allah SWT (Ihsan). Ihsan inilah sebagai implementasi dari dua tahap sebelumnya yaitu : Islam dan Iman.

3. Semangat untuk berubah ke kondisi yang lebih baik.
Allah SWT berfirman :” Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (Qs: Ar-Ra’d: 11). Dalam ayat ini sangat jelas bahwa Allah SWT sangat memberi keleluasaan pada manusia untuk melakukan perubahan, bekerja keras dan tidak bergantung pada nasib (deterministik, fatalistik, jabbariyyah). Allah memiliki sunnah-sunnah (sunnatullah), yang menaungi seluruh makhluknya tak terkecuali manusia. Siapapun orangnya, baik Muslim maupun bukan, bila dia berusaha keras, disiplin dalam kerja maka akan mendapat kesuksesan. Betapapun dia adalah Muslim, tapi pemalas, maka dia akan bangkrut dan miskin. Karena dia tidak menempuh sunnah-sunnah Allah. Inilah yang dimaksud oleh Weber bahwa nasib manusia adalah rahasia Tuhan dan untuk menjadi manusia pilihan, maka dia harus berusaha menjadi manusia yang ‘dipanggil’ (beruf, calling), yaitu dengan cara berusaha, disiplin, menabung dan hemat (tidak boros dan menghambur-hamburkan harta).

4. Hidup dinamik dan tidak stagnan
Allah SWT berfirman: “Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung (Qs:Al-Jum’ah: 10). Pada ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa setelah selesai melakukan salat Jumat boleh bertebaran di muka bumi melaksanakan urusan duniawi, berusaha mencari rezeki yang halal, sesudah menunaikan yang bermanfaat untuk akhirat. Hendaklah mengingat Allah sebanyak-banyaknya di dalam mengerjakan usahanya dengan menghindarkan diri dari kecurangan, penyelewengan dan lain-lainnya, karena Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, yang tersembunyi apalagi yang nampak nyata

5. Bersikap ekonomis, hemat dan penuh perhitungan
Allah SWT berfirman :”Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (Qs:Al-A’raf: 31)
Maksud dari ayat ini adalah bahwa setiap akan mengerjakan salat atau tawaf sekeliling Ka’bah atau ibadah-ibadah yang lain kita dianjurkan untuk berpakaian yang indah dan pantas. Juga kita dilarang berlebih-lebihan atau melampaui batas dalam hidup di dunia
Pada Surat yang lain Allah berfirman :” dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. Al-Isra: 26-27).
Allah SWT melarang kaum muslimin membelanjakan harta bendanya secara boros dan hidup konsumtif. Larangan ini bertujuan agar kaum muslimin mengatur perbelanjaannya dengan perhitungan yang secermat-cermatnya, agar apa yang dibelanjakannya sesuai dan tepat dengan keperluannya; tidak boleh membelanjakan harta kepada orang-orang yang tidak berhak menerimanya, atau memberikan harta melebihi dari yang seharusnya.
Sebagai keterangan lebih lanjut, bagaimana seharusnya kaum muslimin membelanjakan hartanya, disebutkan firman Allah SWT:
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian (Qs..Al-Furqan:67).
Adapun keterangan yang dapat menjelaskan makna yang terkandung dalam ayat tersebut adalah hadis Nabi SAW sebagai berikut:
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, ia berkata:
"Rasulullah saw, bertemu dengan Saad pada saat berwudu', lalu Rasulullah bersabda: "Alangkah borosnya wudlu-mu itu hai Saad!". Saad berkata: "Apakah di dalam berwudlu' ada pemborosan.? "Rasulullah saw bersabda: meskipun kamu berada di tepi sungai yang mengalir".

6. Menjunjung tinggi nilai kejujuran dalam timbangan dan takaran.
Allah SWT berfirman. : “ Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu “. (Qs: Ar-Rahman: 9).
Maksud dari ayat tersebut adalah bahwa Allah memerintahkan manusia untuk menegakkan timbangan dengan adil dan tidak berlaku curang. Ini menunjukkan bahwa harus memperhatikan timbangan yang adil dalam semua amal perbuatan manusia dan ucapan-ucapannya. Jujur dalam timbangan, ucapan dan perbuatan menjadikan manusia lain menaruh kepercayaan pada dirinya, yang ini bisa menjadi modal dalam segala kegiatan sehari-hari, baik itu dalam pergaulan sosial maupun perdagangan (aktifitas perekonomian). Sehingga dari sana muncul kerja-sama yang didasari oleh saling percaya dan saling menguntungkan.
Masih banyak ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits yang menstimulir umat Islam agar memiliki spirit (ghirah) kerja yang dibingkai oleh nilai-nilai spiritual. Sayang sungguh sayang, menurut penulis, Weber tidak mengkaji secara mendalam dua sumber tadi dan karenanya penelitiannya sarat dengan subyektifitas diri, yang pada akhirnya berkesimpulan secara salah.
Demikian beberapa dalil yang menjadi hujjah bahwa Islam mendorong untuk maju, moderen, asketisisme duniawi dan positif dalam memperlakukan persoalan dunia (profane) di satu sisi, serta pentingnya nilai-nilai Ilahiyah demi kebahagiaan dunia dan akherat di sisi lain. Bila karakter kuat ini embedded pada setiap muslim, maka ia akan menjadi manusia terpilih dan sempurna (insan kamil).

Wallahu a’lam wa ‘alaihittuklaan

4 komentar:

  1. buaguuuus sekali artikelnya

    BalasHapus
  2. Salam hangat dan perjuangan kpd rekan kami di Tambak semoga bisa memberi pencerahan pemikiran dan menyemarakan dakwah. Alamatnya dimana yaa? Saya tiap jumat ke MTs N Tambak, jadi pengin silaturrahim. Bolehkan?

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. terima kasih semoga ke depan lebih abgus lagi

    BalasHapus

umpan balik