ta'aruf

Foto saya
Orang biasa, belajar lewat diskusi dan sharing ide, berusaha terbuka terhadap pemikiran orang dan referensi, dan yang penting punya prinsip tentang kebenaran.Senang bersilaturrahmi dan berbagi untuk semua.

Jumat, 22 Januari 2010

Masjid Kauman Tambak Banyumas


Salah satu tempat yang menjadi kebanggaan masyarakat Tambak adalah Masjid Kauman, yaitu Masjid Baiturrahman. Sekilas masjid ini tampak sederhana dengan bangunan tua, klasik dan tidak menunjukkan sebagai masjid yang berarsitektur moderen. Ini berbeda dengan masjid-masjid baru yang sangat menonjolkan tampilan luar yang megah. Bisa jadi karena memang kamunitas muslim setempat menginginkan dipertahankannya model bangunan yang ada yang memang lebih mengesankan sikap tawadhu dalam bangunan. Atau bisa jadi sudah muncul kesadaran akan lebih pentingnya amaliyah sebagai bukti nilai substansial (content), dari pada penonjolan aspek luaran (performa/form).

Lepas dari itu semua, yang jelas, masjid ini bila dibandingkan dengan masjid-masjid lain, lebih memiliki keunikan, kenyamanan, keteduhan, kebersamaan dan sekaligus sebagai perekat umat. Sesuatu yang menyenangkan dari masjid ini adalah selalu banyak orang yang berjamaah dalam melaksanakan shalat lima waktu. Sepengetahuan saya, shalat shubuhpun banyak jamaah yang datang , sekitar 50 orang lebih. Ini akan lebih banyak lagi pada waktu shalat dhuhur, ashar, maghrib dan isya. Meskipun, --maaf--, das saint (pada kenyataannya), banyak pula orang yang dekat masjid, hatinya justru jauh dari masjid. Ini jelas harus dirubah dan didakwahi lebih intensif oleh para ustadz dan kyai.!!!!!

Lokasinya sangat strategis persis di utara jalan besar Tambak, kurang lebih 500 meter dari pasar tambak. Berdekatan dengan Kantor KUA Tambak , berhalaman luas sehingga sangat nyaman untuk parkir kendaraan roda empat. Biasanya tiap lebaran masjid ini menjadi persinggahan para musafir. Masjid ini relative bersih karena memang menugaskan orang untuk merawat dan menjaga kebersihan masjid dalam upaya meningkatkan pelayanan bagi para jama’ah.

Disebut Kauman karena tidak lepas dari penamaan atau pemberian identitas oleh masyarakat muslim Indonesia. Kaum berasal dari bahasa arab, yang berakar kata dari qooma yaquumu, qauman, yang berarti mendirikan,menegakkan shalat dan taat beragama. Secara epitimologis Kauman adalah sekumpulan umat muslim yang menempati satu wilayah yang biasanya berdekatan dengan masjid, yang menunjukkan ketaatan dalam beragama, solidaritas (ukhuwwah yang tinggi), dan memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dan kuat. Pada perkembangannya sifat masyarakat kauman yang homogen, pelan tapi pasti bergeser menjadi heterogen.

Pada zaman Belanda, komplek Kauman biasanya ditempatkan di sebelah barat tepat berhadapan dengan alun-alun , sementara kantor-kantor pemerintahan di sekeliling alun-alun . Sekarang ini, sebutan kauman tidak musti merujuk pada penempatan tata kota warisan Belanda tempo dulu sehingga banyak masjid kauman, yang pada faktanya tidak lagi memiliki keterkaitan dengan alun-alun dan kantor pemerintahan setempat.

Beberapa kekurangan yang dimiliki oleh masjid Kauman Tambak ini adalah: kurangnya rambu-rambu atau asesoris yang menunjukkan arah masjid sehingga banyak musafir yang kesulitan masuk. Terlebih di sebelah selatan masjid ini berdiri banyak warung tenda yang praktis menutup masjid dan menyulitkan akses masuk bagi para pendatang (musafir) yang berkendara roda empat. Apalagi gerbang masuk terlalu kecil dan terhalang warung. Ke depan untuk rencana tata ruang dan renovasi masjid, warung-warung tenda ini perlu ada penertiban, sehingga masjid sebagai tempat ibadah tidak terhalangi dan tampak jelas dari jalan raya. Yang penting lagi, karena begitu ramainya jalan ini, perlu kiranya pihak masjid mengusulkan ke dinas terkait untuk dibuatkan zebra cross untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan lalu lintas.

Masjid ini juga lebih mengedepankan ukhuwwah islamiyyah tinimbang sikap ashobiyyah-hizbiyyah (fanatisme kelompok). Baik secara sukutiy (latent) maupun qauliy (manifest), para jamaah lebih mementingkan kebersamaan dan toleransi dalam bermadzhab (tasamuh). Saat ini, bagi penulis, tidak ada gejala adanya penarikan kepentingan ke kelompok tertentu. Sebagai bukti: adzan jum’at kadang satu kadang dua kali, bergantung siapa yang menjadi khatib dan imam. Shalat shubuh pakai qunut atau tidak, tidak jadi soal. Bagi jamaah tidak menjadi permasalahan.Tidak ada gontok-gontokan dan sikap “mengelompok”. Hal ini penulis nilai sangat baik dan kondusif bagi dakwah islamiyyah di masjid ini. Semoga kondisi ini tetap terjaga sampai kapanpun. Sebab ketika kepentingan kelompok sudah ‘berbicara’, maka pada saat itu pula akan muncul keinginan untuk memarjinalkan kelompok lain yang tidak sepaham. Ini sebuah kerugian!!!!!

Lewat tulisan ini, marilah kita senantiasa gemar untuk memakmurkan masjid dengan cara menunaikan shalat secara berjamaah, mengadakan taklim, diskusi dan kegiatan syiar Islam lainnya. Kesampingkan sikap fanatisme kelompok, yang barangkali mbok ada orang luar atau pihak tertentu yang coba numpang anget menyeret ke kelompok tertentu. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan memberikan hidayah kepada kita.

Wallahulmusta’an.